Shariah 4 the world

Ibu, Aku bukan Banci

Ibu, Aku bukan Banci
Azza Jamilah-Berikut lanjutan kedua dari naskah buku karya Ummu Azzam Abdurrahman, berjudul lengkap, “Wahai Lelaki, Tegakkan Badanmu, Tatap Mata Ibumu dan katakan, Ibu, Aku Bukan Banci !!! Pada bahasan kali ini diceritakan bagaimana Umar membaca kisah-kisah Muslimah dan Mujahidah di zaman Rasulullah SAW., yang mengharukan dirinya. Semoga menjadi inspirasi!
Ibu..Aku bukan Banci


Perlahan dia baca lagi tulisan Saif Al Battar tentang Muslimah & Mujahidah. Tentang kehebatan para mujahidah yang sangat mengagumkan. Para sahabat perempuan di jaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukan hanya berilmu, berakhlaq, pandai membaca Al Qur’an, tetapi juga jago memainkan pedang, berkuda dan memanah, dan tidak sedikit pula yang menjadi “dokter” yang pintar mengobati para sahabat yang terluka di medan perang. Bahkan, ada di antara mereka yang terpotong tangannya karena melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam! Subhanallah. Satu persatu kembali Umar baca kisah mereka yang selalu mengharubiru perasaannya, meruntuhkan pertahanan di ujung kelopak matanya.
     Nusaibah si Jago Pedang. Ketika itu saat terjadinya Perang Uhud Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mulia sedang berdiri di puncak Bukit Uhud dan memandang musuh yang merangsek maju mengarah pada diri Beliau. Beliau memandang ke sebelah kanan dan tampak oleh Beliau seorang perempuan mengayun-ayunkan pedangnya dengan gagah perkasa melindungi diri Beliau. Beliau memandang ke kiri dan sekali lagi Beliau melihat wanita tersebut melakukan hal yang sama, menghadang bahaya demi melindungi Sang Pemimpin orang-orang beriman. Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian, “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.”

Memang Nusaibah binti Ka’ab Ansyariyah demikian cinta dan setianya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga begitu melihat junjungannya itu terancam bahaya, dia maju mengibas-ngibaskan pedangnya dengan perkasa sehingga dikenal dengan sebutan Ummu Umarah. Dialah pahlawan wanita Islam yang mempertaruhkan jiwa dan raga demi Islam termasuk ikut dalam perang Yamamah di bawah pimpinan Panglima Khalid bin Walid sampai terpotong tangannya. Ummu Umarah juga ikut bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam menunaikan Baitur Ridhwan, yaitu suatu janji setia untuk sanggup mati syahid di jalan Allah.
Nusaibah adalah satu dari dua perempuan yang bergabung dengan tujuh puluh orang lelaki Anshar yang berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam Baiat Aqabah yang kedua ini dia ditemani suaminya Zaid bin Ahsim dan dua orang putera mereka, Hubaib dan Abdullah. Wanita yang seorang lagi adalah saudara Nusaibah sendiri. Pada saat baiat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menasihati mereka, “Jangan mengalirkan darah dengan sia-sia.
Dalam Perang Uhud, Nusaibah membawa tempat air dan mengikuti suami serta kedua orang anaknya ke medan perang. Pada saat itu Nusaibah menyaksikan betapa pasukan Muslimin mulai kocar-kacir dan musuh merangsek maju sementara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri tanpa perisai. Seorang Muslim berlari mundur sambil membawa perisainya, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berseru kepadanya, “Berikan perisaimu kepada yang berperang!” Lelaki itu melemparkan perisainya kemudian dipungut oleh Nusaibah untuk melindungi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Ummu Umarah sendiri menuturkan pengalamannya saat Perang Uhud, “…saya pergi ke Uhud dan melihat apa yang dilakukan orang. Pada waktu itu saya membawa tempat air. Kemudian saya sampai kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berada di tengah-tengah para sahabat. Ketika kaum muslimin mengalami kekalahan, saya melindungi Rasulullah, Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian ikut serta di dalam medan pertempuran. Saya berusaha melindungi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan pedang, saya juga menggunakan panah sehingga akhirnya saya terluka.”
Ketika ditanya tentang dua belas luka di tubuhnya, Nusaibah menjawab, “Ibnu Qumaiah datang ingin menyerang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika para sahabat sedang meninggalkan Baginda. Lalu Ibnu Qumaiah berkata, ‘Mana Muhammad? Aku tidak akan selamat selagi dia masih hidup.’ Lalu Mushab bin Umair dengan beberapa orang sahabat termasuk saya menghadapinya. Kemudian Ibny Qumaiah memukulku.”
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga melihat luka di belakang telinga Nusaibah, lalu berseru kepada anaknya, “Ibumu, ibumu…balutlah lukanya! Ya Allah, jadikanlah mereka sahabatku di Surga!” Mendengar itu, Nusaibah berkata kepada anaknya, “Aku tidak perduli lagi apa yang menimpaku di dunia ini.”
Subhanallah, sungguh setianya beliau kepada junjungan seluruh muslim Rasulullah. Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
     Khaulah binti Azur, Ksatria Berkuda Hitam. Siapa Ksatria Berkuda Hitam ini? Itulah Khaulah binti Azur. Dia seorang muslimah yang kuat jiwa dan raganya. Sosok tubuhnya tinggi langsing dan tegap. Sejak kecil Khaulah sangat suka dan pandai bermain pedang dan tombak, dan terus berlatih sampai tiba waktunya menggunakan keterampilannya itu untuk membela Islam bersama para mujahidah lainnya.
Diriwayatkan dalam salah satu peperangan melawan pasukan kafir Romawi di bawah kepemimpinan Panglima Khalid bin Walid, tiba-tiba saja muncul seorang penunggang kuda berbalut pakaian serba hitam yang dengan tangkas memacu kudanya ke tengah-tengah medan pertempuran. Seperti singa lapar yang siap menerkam, sosok berkuda itu mengibas-ngibaskan pedangnya dan dalam waktu singkat menumbangkan tiga orang musuh. Panglima Khalid bin Walid serta seluruh pasukannya tercengang melihat ketangkasan sosok berbaju hitam itu. Mereka bertanya-tanya siapakah pejuang tersebut yang tertutup rapat seluruh tubuhnya dan hanya terlihat kedua matanya saja itu. Semangat jihad pasukan Muslimin pun terbakar kembali begitu mengetahui bahwa The Black Rider, si penunggang kuda berbaju hitam itu adalah seorang wanita!
Keberanian Khaulah teruji ketika dia dan beberapa mujahidah tertawan musuh dalam peperangan Sahura. Mereka dikurung dan dikawal ketat selama beberapa hari. Walaupun secara logika jika diperhitungkan agak mustahil untuk melepaskan diri, namun Khaulah tidak mau menyerah dan terus menyemangati sahabat-sahabatnya. Katanya, “Kalian yang berjuang di jalan Allah, apakah kalian mau menjadi tukang pijit orang-orang Romawi? Mau menjadi budak orang-orang kafir? Di mana harga diri kalian sebagai pejuang yang ingin mendapatkan Surga Allah? Di mana kehormatan kalian sebagai Muslimah? Lebih baik kita mati daripada menjadi budak orang-orang Romawi!”
Demikianlah Khaulah terus membakar semangat para muslimah sehingga mereka mencapai kebulatan tekad melawan tentara musuh yang mengawasi mereka. Rela mereka mati syahid jika gagal melarikan diri. “Janganlah sedikitpun kalian gentar dan takut. Patahkan tombak mereka, hancurkan pedang mereka, perbanyak takbir serta kuatkan hati. Insya Allah pertolongan Allah sudah dekat.” Akhirnya, karena keyakinan mereka, dengan izin Allah, biidznillah Khaulah dan kawan-kawannya berhasil melarikan diri dari kurungan musuh! Subhanallah…
     Nailah si Cantik yang Pemberani. Nailah binti al-Farafishah adalah istri Khalifah Ustman bin Affan. Dia terkenal cantik dan pandai. Bahkan suaminya sendiri memujinya begini: “Saya tidak menemui seorang wanita yang lebih sempurna akalnya dari dirinya. Saya tidak segan apabila ia mengalahkan akalku.” Subhanallah!

Utsman dan Nailah menikah di Madinah al-Munawwarah dan sejak itu Ustman kagum pada tutur kata dan keahlian Nailah di bidang sastra. Karena cintanya, Ustman paling senang memberikan hadiah untuk istrinya itu. Mereka punya satu orang anak perempuan, Maryan binti Ustman.
Ketika terjadi fitnah yang memecah belah umat Islam pada Tahun 35 Hijriyah, Nailah ikut mengangkat pedang untuk membela suaminya. Seorang musuh menerobos masuk dan menyerang dengan pedang pada saat Ustman sedang memegang mushaf Al Qur’an. Tetesan darahnya yang jatuh diabadikan pada ayat 137 surah Al Baqarah, “Maka Allah akan memelihara engkau dari mereka.”
Seorang pemberontak lain masuk dengan pedang terhunus. Nailah berhasil merebut pedang itu namun si musuh kembali merampas senjata itu, dan menyebabkan jari-jari Nailah terputus. Ustman syahid karena sabetan pedang pemberontak. Air mata Nailah tumpah ruah saat memangku jenazah sang suami. Ketika kemudian ada musuh yang dengan penuh kebencian menampari wajah Ustman yang sudah wafat itu, Nailah lalu berdoa, “Semoga Allah menjadikan tanganmu kering, membutakan matamu dan tidak ada ampunan atas dosa-dosamu!” Dikisahkan dalam sejarah, bahwa si penampar itu keluar dari rumah Ustman dalam keadaan tangannya menjadi kering dan matanya buta!
Umar tidak mampu lagi berkata-kata dan hanya melanjutkan halaman demi halaman email berisi cuplikan tausiyah, berita maupun kisah yang dikirim Ibunya.
Bersambung…
Sumber : Al-Muhajirun

0 komentar:

Posting Komentar