Shariah 4 the world

Dasar keluarga yang tentram dan berhasil

Keluarga di atas sunnah | Al-Hikmah
Azza Jamilah untuk Al-Mustaqbal Channel
Berikut rangkuman sebuah bab yang berjudul “Landasan Pernikahan Yang Berhasil” dari sebuah buku yang sesungguhnya bahasan pokoknya tentang keberadaan wanita. Dari bab-bab yang tertulis di buku, dipilih beberapa saja yang terasa pas dan berikut adalah poin-poin dari kehidupan pernikahan yang menurut penulisnya akan mengantarkan kepada keberhasilan sebuah pernikahan. Insya Allah!

Kehadiran (keberadaan)
Secara sederhana bisa kita katakan, bahwa keberadaan atau kehadiran termasuk salah satu unsur suksesnya rumah tangga. Sebaliknya, ketidak hadiran terkadang menjadi penyebab hancurnya sebuah pernikahan. Misalnya seorang suami mengatakan ; “Saya tidak melihatnya berada di rumah, setiap kali saya pulang kerja saya tidak mendapatinya.” Atau seorang istri mengatakan ; “Ia tidak tahu rumah kecuali saat akan tidur.”

Gaya hidup modern selalu dipenuhi dengan berbagai alasan “logis” yang mendasari banyaknya ketidak hadiran istri atau suami di rumah, namun jika menginginkan pernikahan itu berhasil dan tetap bertahan, maka hendaknya kedua suami isteri itu menyeleksi alasan-alasan tersebut sebelumnya dan mengevaluasi sesudahnya. Jika tidak, maka rumah hanya akan menjadi tempat tidur atau stasiun untuk transit merubah diri (berhias, ganti pakaian) sebelum berpindah ke stasiun berikutnya. Saat itulah peristiwa yang tidak diinginkan tengah mengincar, sebab pernikahan yang sukses menuntut kehadiran keduanya.

Komunikasi
Keluhan kedua yang sering dilontarkan baik oleh para suami maupun istri, bahwa pasangan mereka jarang membicarakan suatu urusan. Ini merupakan keluhan yang banyak terjadi dewasa ini. Penyebabnya adalah bahwa pasangan itu jarang duduk bersama untuk berkomunikasi membicarakan sesuatu dalam waktu yang cukup, kecuali hanya beberapa  saja di siang hari. Kadang terjadi hanya sedikit sekali di sela-sela sarapan, atau hanya merupakan komentar-komentar ringan di sela-sela acara televisi atau membaca koran. Kemudian ketika bersiap-siap hendak tidur, percakapan pun hanya sedikit sekali yang terlontar pada kesempatan ini.
Yang dimaksud percakapan di sini bukan sekedar tukar informasi mengenai situasi atau anak-anak ataupun kesibukan pekerjaan, akan tetapi maksudnya adalah agar teman hidup itu memperhatikan segala sesuatu yang ada dalam kehidupan pasangannya ; naluri, fisik dan pengetahuan. Keberadaan pasangan suami-istri di bawah satu atap bukan jaminan keduanya akan saling memperhatikan kehidupan pasangannya, perhatian ini menuntut adanya komunikasi kedua belah pihak.

Perhatian adalah seni moral. Seni ini maksudnya adalah membaca bahasa mata yang tidak terbaca, melihat kondisi fisik ketika berbicara, seperti naik turunnya pundak atau lentingan suara yang dilontarkan, maksudnya ialah menikmati. Adakalanya seorang suami mengatakan bahwa ia merasa sangat senang ketika disambut oleh istrinya saat ia pulang kerja dengan menanyakan kondisinya dan juga sebaliknya. Namun dibalik ungkapan “sangat senang” ini terkadang suami menyembunyikan sakit yang tersembunyi yang diketahui istrinya dari lentingan suaranya, lalu segera menenangkannya. Adakalanya pula suami sedang hanyut terbaca bacaan koran atau majalah, tiba-tiba istrinya menceritakan kisah yang dialaminya tadi pagi, penuh semangat  dan percaya diri, kadang istrinya berbicara dengan pelan (setengah berbisik), sementara sang suami tetap memperhatikannya walau sedikit, karena tetap tidak terlepas sepenuhnya dari bacaannya pada saat yang bersamaan. Sebenarnya, baik suami maupun istri, sama-sama membutuhkan orang yang ikut merasakan perasaannya. Bukan hanya anak-anak, tapi kita semua, besar maupun kecil, sama-sama membutuhkan itu dari waktu ke waktu. Tidak ada jalan untuk mengungkap perkara yang tersembunyi di balik lentingan suara kecuali dengan memperhatikan.

Sentuhan
Sangat sedikit sekali situasi yang mendorong suami istri kepada sentuhan untuk mengungkapkan kasih sayang yang tulus. Sentuhan di sini maksudnya bukan seks, akan tetapi sekedar sentuhan halus dengan tangan, misalnya dengan mendekatkan tempat duduk kepada pasangan hidup, lalu meraih tangannya dan mengelusnya sesaat atau lebih lama sedikit untuk mengingatkannya bahwa di sini, di rumah ini, dialah yang merasakan perasaannya.

Hubungan antara fisik ini jarang terjadi antara pasangan suami istri kecuali di tempat tidur. Maka  tidak heran jika kita melihat adanya jarak yang jauh antara keduanya.

Simpati
Seorang manusia, pria maupun wanita, untuk menjadikan dirinya titik perhatian pasangan hidupnya memerlukan suatu kekuatan pikiran dan lompatan imajinasi. Sebab, keyakinan bahwa ada seseorang yang mengetahui segala sesuatu pada dirinya dan selalu ikut merasakan bersama semua perasaannya adalah merupakan kenikmatan sejati dalam kehidupan suami-istri.

Simpati menuntut pasangan hidup untuk menempatkan dirinya beberapa saat pada posisinya dan berusaha merasakan perasaan-perasaan yang mengalirinya dengan keluhan yang didengarnya. Dengan cara ini seorang pasangan hidup bisa menentukan sikap dengan melandaskan pada apa yang dilihat dan didengar, dan dengan cara ini pula ia bisa tenteram dari rongrongan pasangan dan terlepas dari kucuran nasehatnya.

Komitmen
Perasaan timbal balik dengan komitmen didahului oleh semua perasaan-perasaan lainnya dalam kehidupan suami istri yang berhasil. Namun sayangnya, perasaan ini telah melemah antara pasangan suami-istri di masa kita sekarang, boleh jadi ini pangkal penyebab bertambahnya angka perceraian.

Komitmen seseorang di sini maksudnya ialah menyerahkan diri kepada pasangan hidupnya tanpa ragu-ragu, karena pernikahan adalah ikatan suci dimana seseorang tidak dapat berlaku curang untuk meraih keberhasilan. Jika ada yang berusaha curang, maka sikap ini akan menolak lahirnya nilai yang luhur dari dirinya.

Komitmen yang mendalam adalah pondasi sudut bangunan dalam hubungan suami-istri yang sukses dan berhasil.

Kompeten
Setiap pasangan hidup suami istri pasti membutuhkan kehidupan pasangannya, sebab segala sesuatu yang diusahakannya dalam kehidupannya, termasuk kekuatan pribadi, kepemilikan , idealisme dan keahliannya telah dimasukkan ke dalam lingkup keluarga. Banyak suami yang mendapati istrinya memiliki keahlian yang tidak diketahui sebelumnya, demikian juga istri terkadang mendapati suaminya menyampaikan bebagai hal baik (yang belum dia lihat sebelumnya).

Dalam situasi seperti ini, kebahagiaan suami-istri adalah dengan peningkatan dalam pekerjaan atau sejenisnya yang merupakan sumber kebahagiaan dan kebanggaan pasangannya. Di sini, masing-masing suami-istri merasakan bahwa statusnya di rumah diakui.

Sumber ;  Maa Yuhibbuhur-Rijaalu fin-Nisaa’, Penulis ; Ayidah Ahmad Shalal. Penerbit ; Daar Al-Tharabisyi.

Sumber : Al-Mustaqbal Channel

0 komentar:

Posting Komentar